Senin, 28 April 2014

Hal Yang Membuat Kita Berbeda

Tak terasa sore menjelma senja, sajikan panorama langit berwarna jingga, bersambut semilir angin yang mulai menggetarkan bulu rona. Nuansa hari ini tak sejernih kemarin sobat, saat senyum dan candamu masih terukir di tanah ini. Masih terbayang jelas dalam ingatan ini tentang dialog terakhir kita di malam itu.
Kalimat darimu yang masih ku ingat “Suatu saat keadaan akan berubah, kita takkan menjadi orang yang diremehkan lagi, tak ada yang tak mungkin di dunia ini, meski harus melewati cobaan yang berat, kita menghirup udara yang sama, merasakan terik matahari dan dingin malam yang sama, kita juga berpeluang meraih kejayaan pada saatnya nanti” ujarmu. Itu perbincangan terakhir beberapa saat sebelum kita berpisah.
Karena hari sudah mulai gelap, aku pun beranjak dari halaman rumahmu yang kini nampak sepi.
Perkenalkan, namaku Arya dan dia adalah sahabatku, Fandi. Kami tinggal di sebuah perkampungan kecil di Kota Yogyakarta. Kami adalah sahabat yang tumbuh bersama, tak terhitung suka duka yang pernah kami bagi, sejak kecil sampai penghujung masa remaja. Sampai akhirnya kami lulus SMA, dan Fandi memutuskan untuk merantau ke kota, sedangkan aku melanjutkan kuliah karena desakan Orangtua.
Tak hanya sahabatku yang pergi, bersamaan dengan itu aku juga kehilangan kekasih. Ikatan yang kami jalin selama kurang lebih dua tahun harus berakhir, karena dia lebih memilih pasangan yang lebih mapan dariku, sebuah hal yang kuanggap wajar walaupun menyakitkan. Itu adalah masa yang cukup berat bagiku, kehilangan dua sumber energi yang cukup berpengaruh di tengah proses pendewasaanku.
Seiring masa-masa sulit yang kujalani, ternyata membuat kehidupanku berubah drastis, terutama dalam sifat dan keseharianku. Aku mulai menyadari hal-hal yang dianggap sebagian anak remaja, bengal dan liar itu menyenangkan, kini kurasa mulai membosankan.
Ada hal lain yang membuatku tertantang, yakni tentang komitmen, yakni apa yang ku kejar dalam hidup, serta prinsip, bagaimana caraku memegang kendali atas tujuan hidupku.
Aku bukan lagi anak laki-laki yang bersenang-senang di tengah taman bermain. Tapi Pria yang berada di tengah medan pertempuran, menahan dan membangun serangan. Hidup dari satu tantangan ke tantangan berikutnya.
Selepas kuliah, kini aku bekerja di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di kota kelahiranku, sebagai tenaga pendidik mata pelajaran Seni musik, sesuai mata kuliah yang kuambil.
Delapan tahun berselang, sahabatku Fandi kembali sebagai seorang pengusaha garment di Kota Surabaya, sungguh kabar yang menggembirakan.
Di malam dengan suasana yang seakan sama dengan malam terakhir kami berpisah, kami berceloteh dan mengenang kembali masa lampau, bercanda dan tertawa renyah tanpa beban yang dulu sempat mengusik.
Di penghujung malam, aku meralat ucapan yang pernah dia katakan “Kita memang mendapat anugerah yang sama sebagai umat manusia, hal yang membuat kita beda adalah lantunan doa serta komitmen dan prinsip yang kita pegang, ya gak Fan?!” Dia hanya tersenyum, dan kami pun kembali tertawa bangga di sela perbincangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar