Senin, 28 April 2014

Salam Rindu

Biarkan kata-kata itu terbang, terbawa angin semilir menyelusup liang-liang bawah tanah, naik ke surga bersama dengan rinduku padamu wahai penikmat surgawi”
Ku berteduh di bawah pohon yang rindang di pinggir jalan raya yang sisinya berjejer pepohonan yang sangat rimbun, dan terdapat sebuah kursi di bawah salah satu pohon itu yang membuat ia memutuskan untuk duduk disana.
Kendaraan bermotor yang berlalu lalang yang mengeluarkan suara bising, tetapi ia merasa bahwa hati dan pikirannya lah yang lebih bising dari pada suara itu. Banyak suara dan kata-kata yang selalu melintas dan terngiang di telinga dan pikirannya. Ia mendesah pelan, ia mencoba untuk menenangkan segala kebisingan di dalam pikirannya, meski ia tahu itu tidak akan berhasil.
Angin berhembus lembut menyapu tubuhku, kesejukannya mengelus kulitku di pagi itu, tetapi pikiranku tak enyah dari kebisingan yang mengusikku sejak tadi, “apa yang sedang kau pikirkan nona?” tanya seorang lelaki paruhbaya yang menghampiri kesendiriannya, “aku sedang bingung dengan keadaan ini!”, jawabnya dengan wajah memelas. “memangnya apa yang terjadi pada dirimu saat ini?” “aku takut kakekku akan pergi meninggalkanku!”, “mengapa kau berfikir seperti itu, bukankah kakekmu baik-baik saja bukan?” dengan wajah yang heran, “iya memang, tetapi usianya yang semakin bertambah yang membuatku takut akan kehilangan nya,”, “semua makhluk hidup pasti akan akan kembali pada penciptanya, begitu pula kakek, saudara, bahkan dirimu pasti akan mengalami yang namanya kematian”. “iya aku tau itu, tetapi aku belum siap jika harus kehilangan kakek yang amat aku sayangi” (butiran air mata mulai mengalir dari kedua bola matanya).
“sudah pulanglah matahari sudah mulai memuncak” balas lelaki itu, sambil pergi meninggalkannya.
Tak lama kemudian ia melangkahkan kakinya, menuju rumah tua yang tak jauh dari tempatnya berteduh tadi. “darimana kamu, jam segini baru pulang?” ujar kakek yang duduk di ruang tamu.. “dari rumah teman kek” jawabnya. “ya sudah makanlah, kamu kan belum makan dari pagi bukan?” “iya kek”, sambil meninggalkan kakeknya (dengan wajah yang kusam). “maafkan aku kek, aku harus berbohong padamu, aku tak ingin engkau sedih, maafkan aku”, batinnya sambil melangkahkan kaki menuju dapur.
Ia langsung duduk di meja makan dan memakan hidangan yang telah disiapkan oleh neneknya.
Tiba-tiba kakek menghampirinya “setelah makan, tolong masakan mie ini untuk kakek ya” ujar kakek padanya.. “iya kek, letakkan saja di atas meja itu, selesai makan akan aku masakkan! Jawabnya lirih.
Selesai aku makan, aku langsung melakukan perintah kakekku. Dengan senang hati aku memasak mie itu, aroma sedap yang timbul dari semangkuk mie itu mengundang kakekku untuk menghampirinya, “wah aromanya sedap sekali, membuat perut ini menjadi lapar” ujar kakek (tersenyum sipu). “tentu, ini ku masakkan spesial untuk kakek tersayang” balasnya (dengan senyumn manja).
Sementara kakek menikmati semangkuk mie yang ia hidangkan, ia melihat wajah kakeknya yang begitu lahapnya memakan mie itu, hatiku begitu bahagia melihat kakek makan makanan yang aku masak sendiri dengan begitu lahapnya. Jarang sekali aku melihat kakek makan dengan selahap ini batinnya samabil duduk di samping kakek.
“kamu mau?” tanya kakek, “tidak kek, aku sudah kenyang, lanjutkan saja makannya!” balasnya dengan senyuman, “baiklah” sambil melanjutkan makannya.
“nah kakek sudah selesai makan, ayo kita ke depan” ajak kakek. “Iya kek, duluan saja aku bereskan meja makan dulu”, “ya sudah, kakek tunggu di depan” (sambil melangkahkan kakinya menuju teras depan rumah).
Ia pun segera membereskan meja makan itu, lalu mencuci piring-piring kotor, agar tidak menumpuk. Setelah semuanya selesai, ia melangkah masuk sambil menyebar pandang ke seluruh penjuru ruangan. Dan ia menghampiri kakeknya yang sedang duduk di teras depan rumah, “ada apa kek, tumben ngajakin ngobrol seperti ini, seperti ada penting?” tanya ku serius. “tidak ada apa-apa, kakek hanya ingin ngobrol denganmu untuk yang terakhir kalinya”, “loh kok kakek ngomong seperti itu, apa maksudnya?” tanya ku heran, “tidak, kakek minta maaf padamu atas segala kesalahan kakek padamu, pesan kakek belajarlah yang rajin dan sekolah yang sungguh-sungguh supaya cita-citamu tercapai!”, ia semakin bingung dengan ucapan kakek yang seperti itu, apa yang terjadi pada kakek sehingga ia mengucapkan kata-kata yang tidak semestinya ia ucapkan batin ku semakin bingung.
Hingga larut malam ia selalu terfikir akan ucapan kakek nya itu, apa gerangan yang akan terjadi pada kakekku ya tuhan,,akankah hal buruk akan menimpanya?
Aku berharap tidak ada hal buruk yang akan terjadi pada kakekku, aku tak ingin terjadi hal buruk terhadap kakekku, beliau adalah sosok kakek yang menyayangiku dengan tulus, yang selalu ada disaat aku sedih dan bahagia, beliau adalah harta terindah yang aku miliki.
“ingin kuulur waktu yang semakin dekat Agar tak ada kata pisah tercatat”
Sepenggal puisi karya muslimah itu yang ingin aku dapatkan, aku tak ingin berpisah padamu wahai kakek, engkau bagaikan cahaya di kegelapan malam yang selalu menerangi hidupku, engkau bagaikan selimut yang menghangatkan tubuhku, engkau segalanya untukku.
Jam menunjukkan pukul 22:00 WIB, rasanya aku mengantuk sekali aku ingin memejamkan mataku sesaat saja, tapi aku takut akan terjadi sesuatu yang tak terduga pada kakekku, aku ingin menemani kakek hingga matahari terbit kembali batinku. “kenapa belum tidur san, ini kan sudah malam?” tanya kakek sambil duduk di sampingku. “aku ingin menemani kakek hingga ayam berkokok menunjukkan pagi telah tiba!” “ada apa denganmu, kenapa kau menjadi aneh seperti ini?” jawab nya dengan heran. “aku takut akan terjadi sesuatu pada kakek jika aku tidur!”, “suadahlah tidak akan terjadi sesuatu pada kakek, kakek baik-baik saja. Sekarang tidurlah sudah malam besokkan kamu harus sekolah!” “baiiklah kek” sambil menarik selimutnya.
“maafkan kakek san, kakek tidak bisa menemanimu lagi semoga engkau bahagia walaupun tanpa kakek di sisimu lagi,” batinnya, sambil menutup pintu kamar santi cucu kesayangannya itu.
Matahari yang bersianar sangat cerah, menembus gorden-gorden kamar santi yang membuatnya terbangun seketika itu, “kakek, dimana kakek?” tanya nya ia langsung keluar kamarnya dan mencari sang kakek. “ada apa denganmu san, wajahmu tampak gelisah sekali?” tanya sang kakak. “kakek dimana kak?” balasnya dengan panik, “kakek lagi bersihin motor tuh di halaman depan.
Ia pun segera menghampiri kakeknya, “alhamdulillah kakeka masih hidup” batinnya tersenyum bahagia. “loh kok kamu belum mandi san, ini kan sudah siang?” “iya kek, aku mandi dulu ya? jawab ku sambil lari”. “awas kepeleset kamu dek, licin tuh lantai!” seru sang kakak. “alah paling juga jatuh!” sentaknya sambil meninggalkan sang kakak.
“dek buruan udah siang nih, nanti telat sekolahnya!” teriak sang kakak lantang, “iya kak sebentar!”.
“lelet banget sih kamu, udah jam berapa ini?” ujar kakak kesal, “ups sorry kak”. “ya udah ayo berangkat, let’s go”. “hati-hati di jalan” ujar kakek, tersenyum bahagia melihat kami.
“kakak ngerasa ada yang aneh gak sih dari kakek?” tanya ku, “yang aneh gimana san?” jawab sang kakak bingung. “ya aneh, kemarin kakek minta maaf sama aku”,
“teeet.. tettt” bunyi bel sekolah berbunyi, hampir bersamaan dengan kedatangan mereka
“lantas apa yang aneh, sudahlah masuk kelas sana bel sudah berbunyi!”.
Mereka pun segera memasuki kelas mereka masing-masing. Sesampainya di kelas, pemandangan riuh piruh, yang ku dapat “syukurlah pak dony belum datang” batin ku sambil duduk di samping sahabat ku.
Seharian selama pelajaran berlangsung entah mengapa aku memikirkan kakek, aku khawatir gerangan apa yang akan terjadi, ku harap ia akan baik-baik saja.
Sepulang sekolah seperti biasa aku pulang bersama kakakku.
Kring…
Dlihat handphone milikku dan satu pesan dari kakek. “san, bapak ingin nanti kamu pulang tersenyum bahagia untuk kakek. Belajar dengan rajin jangan main terus!” rupanya kakek meminjam ponsel paman.
Panas yang amat terik, seakan-akan membakat kulit ini. Tiba-tiba kring… kring… handphone milikku berbunyi lagi,
“halo”
“san kamu dan kakakmu cepat pulang, kakekmu…”
1 jam perjalanan dan kendaran yang melaju dengan kecepatan tinggi, dengan wajah yang semerawut, kepala pusing karena dikagetkan telepon paman.
Kakek dengan lemah terbujur kakutak berdaya, dibalut kain putih berromakan melati harum semerbak. Hati ini bagaikan disambar petir, di cabik-cabik sampai ke tulang rusuk melihat kakek tampan, putih berseri.
Betapa hancurnya hatiku, melihat orang yang sangat aku sayangi pergi meninggalkan ku. Seketika tangisku pecah saat itu juga, ku peluk dan ku cium kening kakek untuk terakhir kalinya. Jujur, kesedihan yang tak terbendung melandaku saat ini.
“sudah jangan kau tangisi kepergian kakekmu, ikhlaskanlah kepergiannya san. Kakekmu pasti akan sedih melihatmu seperti ini!” ujar susan teman ku, “pernahkah kau merasakan sesuatu yang biasa menemani hari-harimu, tiba-tiba hilang begitu saja? tentu hari-harimu akan berubah menjadi pucat tak bergairah!” balasku sambil menangis tersendu-sendu, “aku tau bagaimana perasaanmu san, kamu pasti terpukul akan kepergian kakekmu ini. Akan tetapi setiap perjalanan pasti ada ujungnya, begitu juga kehidupan pasti ada kematian!” jawab susan sambil memeluk dan mengelus rambutku.
“ternyata yang aku takutkan selama ini, terjadi pada siang ini. Rupanya tadi adalah pesan terakhir kakek untukku!” “kamu harus sabar menhadapinya san” balas susan. “aku terdiam, tak sepatah kata pun yang mampu ku ucapkan. “ayo kita hantarkan kakekmu ke rumah terakhirnya”.
Tidurlah dengan tenang di sisi Tuhan kakekku tersayang, sungguh aku tak kuasa menahan titik air yang sudah memenuhi kelopak mata, tumpah ruahlah semua air mata ini dengan deras di atas gundukan tanah merah yang basah. Senja pun melukiskan betapa pedih kehidupanku setelah kepergian sang kakek, dan aku bertekad kelak aku akan tiada dengan kebahagiaanku. Aminn…
“aku takkan pernah melupakanmu kakek, biakan aku mengenangmu di sepanjang perjalan hidupku…
Salam rindu untukmu kakek tersayang”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar